Kyai Kholil (Bangkalan, Madura) mengatakan kepada santrinya: “Tolong
buatkan aku kurungan Ayam Jago, sebab besok akan ada Jagoan dari tanah
Jawa yang datang ke sini.” Kemudian esoknya, datanglah seorang pemuda
bernama Muhammadun (nama almarhum Mbah Ma’shoem di kala muda) dari tanah
Jawa.
Oleh Kyai Kholil, pemuda itu diminta masuk ke dalam kurungan Ayam
Jago tersebut. Dengan penuh pasrah dan ketundukan terhadap gurunya,
pemuda itu pun masuk dan duduk berjongkok ke dalam kurungan Ayam Jago
tadi. Kyai Kholil kemudian berkata kepada segenap santri beliau: “Inilah
yang kumaksudkan sebagai Ayam Jago dari tanah Jawa, yang kelak akan
menjadi Jagoan Tanah Jawa.”
Itulah secuil kisah nyata yang penulis kutip dari sinopsis buku
Manaqib Mbah Ma’shoem Lasem. Mbah Ma’shoem diperkirakan lahir pada tahun
1868. Beliau adalah anak bungsu pasangan Ahmad dan Qosimah. Oleh
orangtuanya ia kemudian diserahkan kepada Kiai Nawawi, Jepara, untuk
mempelajari ilmu agama, karena sejak kecil dia telah ditinggal wafat
oleh ibunya. Dari Kiai Nawawi dia mendapat pelajaran dasar ilmu alat
(nahwu) yang diambil dari kitab Jurumiyyah dan Imrithi.
Suatu saat, di Semarang, dia tertidur dan bermimpi bertemu Nabi
Muhammad SAW. Ketika di Bojonegoro, dia tidak hanya bermimpi, melainkan,
antara tertidur dan terjaga, dia bertemu dengan Nabi, yang memberikan
ungkapan La khayra ilia fi nasyr al-ilmi, yang artinya “Tidak ada
kebaikan (yang lebih utama) daripada menyebarkan ilmu”.
Bahkan, ketika berada di rumahnya sendiri, dia bermimpi kembali.
Dalam mimpinya, ia bersalaman dengan Nabi Muhammad SAW, yang berpesan:
“Mengajarlah, segala kebutuhanmu insyaAllah akan dipenuhi semuanya oleh
Allah.” Di kemudian hari, Mbah Ma’shoem menjadi ulama besar yang dikenal
memiliki banyak karamah. Ini salah satu kisah karomahnya:
Suatu hari, datang sembilan orang tamu ke Lasem. Mereka ingin
berjumpa dengan Mbah Ma’shum.Namun, karena tuan rumah sedang tidur,
Ahmad, seorang santrinya, menawarkan apa perlu Mbah Ma’shum dibangunkan.
Ternyata mereka menolak.Lalu mereka semua, yang tadinya sudah duduk
melingkar di ruang tamu, berdiri sambil membaca shalawat, kemudian
berpamitan.
“Apa perlu Mbah Ma’shoem dibangunkan?,” tanya Ahmad sekali lagi.
“Tidak usah,” ujar mereka serempak lalu pergi.
Rupanya saat itu Mbah Ma’shoem mendusin dan bertanya kepada Ahmad
perihal apa yang baru saja terjadi.Setelah mendapat penjelasan, Mbah
Ma’shoem lekas meminta kepada Ahmad agar mengejar tamu-tamunya. Tapi apa
daya, mereka sudah menghilang, padahal mereka diperkirakan baru sekitar
50 meter dari rumah Mbah Ma’shoem.
Ketika Ahmad akan melaporkan hal tersebut, Mbah Ma’shoem, yang sudah
bangun tapi masih dalam posisi tiduran, mengatakan bahwa tamu-tamunya
itu adalah Walisanga dan yang berbicara tadi adalah Sunan Ampel. Setelah
mengucapkan kalimat tersebut, Mbah Ma’shum tertidur pulas lagi.
Subhanallah… Inilah bagian dari kisah karomah betapa kyai Ma’shoem
memiliki ketinggian kedudukan spiritualnya. Selain ini, masih terdapat
banyak karomah yang terjadi dalam hidup beliau. Akhirnya, pembaca Media
Ikhram, semoga dengan kisah ini dapat bermanfaat dan mengambil pelajaran
dari karomah almarhum Kyai Ma’shoem. Wallahu a’lam bisshawab…
Sumber: Sayyid Chaidar, Manaqib Mbah Ma’shoem Lasem, (Yogyakarta: Menara Kudus, 1013) dan Majalah Al-Kisah No.26/Tahun VII (www.sarkub.com)
Sumber: http://media.ikhram.com/dari-kurungan-ayam-hingga-bertamunya-walisongo-kisah-karomah-kyai-mashoem/
No comments:
Post a Comment